Friday, 15 April 2016

The Diary of Caymaru - The First Rejection

Awal Januari di Kudus, aku mengikuti terapi Chi dari seorang shinshe yang mengajarkan aku beberapa gerakan ringan untuk menarik napas dan menghembuskan napas jika sesak, ia juga memberikan beberapa terapi pijatan di titik Chi supaya pernapasanku menjadi lebih baik.

Aku melakukan perjanjian dengan seorang dokter kandungan di Kudus, di mana dulu adek bungsuku dilahirkan di sana. Selama 20 tahun, klinik bersalin itu kini sudah berkembang menjadi RSIA kecil. Kebetulan dokter yang menangani aku adalah dokter kepala RS yang dulu juga menangani kehamilan mamaku.

Aku masuk ke ruang praktek ditemani oleh tanteku.
Di dalam terjadilah percakapan yang kurang lebih seperti ini :

Dokter : Ada yang bisa kami bantu Ibu ?

Me : Saya sudah terlambat beberapa minggu Dok, saya sudah test pack dan hasilnya positif, jadi saya mau cek apakah benar saya hamil dengan USG.

Dokter : Oh baik...baik...silakan... (sambil menyilakan aku berbaring di ranjang pasien)


Lalu aku pun di USG dan ditest oksigen menggunakan Pulse Oximemeter. Pulse Oximeter menunjukkan saturasi oksigenku yang hanya 85%. Sedangkan hasil USG menunjukkan bahawa memang benar ada embrio di sana.
Gambarnya begini....

Lalu kami pun kembali ke tempat duduk, dan kali ini dokter aku beritahu bahwa aku ada kelainan jantung sehingga hasil pulse oximeter menunjukkan saturasi oksigen yang sangat rendah, yang seharusnya pada orang normal berkisar 99% tapi aku cuma 85%

Ekspresi dokter menunjukkan kekhawatiran dan tidak lagi seramah tadi.

Dokter : Ibu harus konsultasi dengan dokter jantung, sekarang ibu tinggal di mana ? Saya akan buatkan surat rujukan.
Terus terang, dalam kasus ini saya menyatakan angkat tangan jika harus menangani kehamilan ibu, karena ibu harus melahirkan di ruang ICU dengan pengawasan ketat dari dokter jantung.
Dan sebelum semuanya dilanjutkan, kita harus mendapatkan persetujuan dari dokter jantung apakah kehamilan ini bisa diteruskan atau tidak.

Me : Ya, saya tahu itu...

Tante (tiba-tiba nyeletuk) : Tapi ini kehamilan yang sudah ditunggu bertahun-tahun Dok....

Dokter : Ya saya paham akan adanya keinginan untuk memiliki anak, tapi kita harus lihat juga antara keinginan dan kenyataan... jika memang kehamilan ini berisiko ya tidak bisa dipaksakan

Me : (diem aja karena udah tau dia bakal ngomong begitu)

Tante : (tiba-tiba ekspresinya berubah jadi bete dan jutek)


Dalam perjalanan pulang, si tante yang tadi ketika pergi dalam keadaan ceria, ngajakin makan tahu telor... tiba-tiba terdiam dan sama sekali melupakan ajakannya. Waktu aku tanya lagi apakah jadi makan tahu telor khas kudus, dia malah jawab..."Makan di rumah aja ya..."

Huaaaa... kok jadi dia yang galau melow...tahu telor pun melayang bai-bai..

Mungkin memang orang yang baru dapat berita hepi terus dijebloskan ke kemungkinan terburuk PASTI akan shock.
Tanteku juga demikian.

Aku pun demikian.

Tapi itu sudah lama terjadi, ketika 2 tahun lalu aku didiagnosa PH oleh seorang dokter di Siloam.
Waktu itu apapun yang dia katakan aku tidak takut atau gentar, mau dia bilang jantungku bolong 2 cm kek, harus minum obat seumur hidup kek, sudah tidak bisa dioperasi kek.... I don't care.
Hanya 1 omongannya yang membuatku menangis, TIDAK BOLEH HAMIL.

Selama 2 tahun aku tidak mau menelan omongan dokter itu bulat-bulat. Aku selalu browsing di google mengenai kasus kehamilan pada penderita ASD + PH + eisenmenger. Artikel-artikel kedokteran yang aku temukan mengkategorikan penyakit itu sebagai penyakit jantung dengan risiko tertinggi pada kehamilan. Dalam kamus mereka, penderita jantung digolongkan ke dalam 3 kategori risiko untuk kasus kehamilan, low-medium-high... mungkin udah rejekiku dapet penyakit yang masuk golongan HIGH RISK.

Dan aku juga menemukan beberapa artikel mengenai keberhasilan dalam proses kelahiran pada penderita ASD + PH + eisenmenger, meskipun persentase keberhasilan yang terjadi di luar negeri, yang memiliki tenaga medis lebih profesional dengan tingkat manajemen yang lebih baik daripada di Indonesia, hanya berkisar 50-60%. Tidak heran waktu itu dokterku mengatakan risiko bisa sampai 75%, jika kondisi medis di Indonesia yang memiliki keterbatasan peralatan, tenaga medis, dan manajemen yang masih berbelit.

Sampai sekarang aku masih ingat apa yang dikatakan seorang pendoa ketika aku berada di Siloam pada tahun 2014 silam, yang pernah aku posting di sini.

Tidak apa-apa, saya percaya kamu bisa hamil, semua ini terjadi supaya kamu benar-benar mengalami sendiri bahwa Tuhan kita sungguh besar."

2 comments:

Lia Harahap said...

Sehat terus ya Buyik. Percaya aja semua akan berjalan lancar :)

**Erika said...

aminn...makasih ya lia :)