Tuesday, 25 March 2014

Berteman dengan Atrial Septal Defect dan Pulmonary Hypertension

Hari ini, saya mendaftar sebagai member di PHA Indonesia, sebuah asosiasi cabang dari PH International yang didirikan di USA di mana anggotanya adalah para pasien penderita PH, serta keluarganya.

Website PHA International dan Website PHA Indonesia

Di situs itu, kita bisa mendapatkan berbagai informasi yang mudah dicerna oleh orang awam, kalau sebelumnya kita agak dung-dung mendengarkan penjelasan dokter dengan bahasa dewanya. Selain itu, bagi keluarga pasien juga diberikan cara penanganan dan penyuluhan untuk mensupport pasien PH, kayaknya suami saya perlu juga nih daftar jadi member.

Nah, keuntungan jadi member ini, ternyata ada link spesial yang hanya bisa dibuka oleh para membernya yang pastinya memuat informasi yang lebih spesifik dan lebih rahasia, bau-bau Sherlock Holmes dikit.
Untuk jadi member, saya harus isi form yang akan direview secara manual oleh admin-nya dan saya belum mendapatkan balasan approval dari mereka berhubung baru kirim beberapa jam yang lalu hehee...

Memang ya, orang ember itu sekali ember, seumur hidup bakal terus ember. Kayak saya ini.

Tadinya, di postingan sebelumnya saya pikir saya bakal merahasiakan atau at least membagikan info sesedikit mungkin kepada orang lain mengenai penyakit yang saya derita. Tapi, emang dasarnya suka ember, menyimpan air dalam tempayan sendiri itu gak enak banget, suerr...rasanya kayak ada yang menekan dan suatu hari bisa meledak. Jadi saya putuskan untuk melakukan apa yang biasanya saya lakukan, and I love to do that hahahaa....maapkan daku yah teman-temin korban gossiper, untuk membagikan informasi sebanyak-banyaknya, apapun yang saya tahu, meskipun semuanya juga hasil dari brosing sana sini nanya Om Gugel.

Mungkin, mungkin saja di suatu hari di masa depan, ada seseorang yang sedikit bingung dan mencoba browsing mengenai penyakit ini, entah karena dia sendiri menderitanya atau keluarga atau teman atau orang yang dia kenal menderitanya, dan tanpa sengaja menemukan postingan ini. Itung-itung untuk lebih mempopulerkan penyakit ini di kalangan awam, berhubung penyakit ini tergolong langka dan penelitian di dunia kedokteran mengenai penyakit ini masih sangat sedikit sekali dibandingkan critical disease lain seperti kanker, stroke, dsb.

Apa itu Pulmonary Hypertension (Hipertensi Pulmonal / Hipertensi Paru) ?
Suatu keadaan dimana terjadi tekanan darah tinggi di arteri paru-paru.
Tekanan darah di arteri pulmonal yang normal adalah 8-20 mmHg, pada pasien PH tekanan paru >25 mmHg pada kondisi istirahat dan >30 mmHg pada saat aktifitas.Tekanan darah tinggi tersebut yang terjadi karena saluran (arteri pulmonal) yang membawa darah dari jantung ke paru-paru menyempit/menebal sehingga jantung kanan harus bekerja extra keras untuk memompa darah tersebut menuju paru-paru. Hipertensi pulmonal adalah penyakit kronis yang memerlukan perubahan/penyesuaian gaya hidup dari pasien dan pengobatan sesegera mungkin setelah diagnosa, karena bila tidak maka bisa menyebabkan gagal jantung kanan.
Pada kasus saya, tekanan di paru-paru mencapai 60-65 mmHg

Apa gejalanya ?
  1. Sesak nafas,
  2. Nyeri di dada (angina pectoris)/dada terasa tertekan (berat),
  3. Pusing, Pingsan, Mudah lelah
  4. Bengkak air (edema) pada pergelangan/tungkai kaki, lengan dan perut, Batuk kering
  5. Raynaud’s Phenomenon – jari menjadi pucat/biru dan kadang terasa sakit, bisa juga dicetuskan karena hawa dingin.
Gejala pada umumnya terjadi setelah melakukan aktifitas, tetapi tergantung pada tingkatan penyakit itu sendiri, gejala bisa juga terjadi dengan aktifitas minimal atau bahkan tanpa adanya aktifitas.
Gejala2 di atas adalah yang umum terjadi pada pasien hipertensi pulmonal, bisa juga terjadi gejala hipertensi pulmonal lainnya yang masih berhubungan/efek dari hipertensi pulmonal contohnya seperti : detak jantung tidak beraturan (aritmia), detak jantung cepat, palpitasi, kuku jari tangan biru, liver bengkak, batuk berdarah, dst.
Seringkali pasien dengan PH terlihat baik-baik saja dari luar, tetapi sebenarnya aktifitas sedikit saja sudah merupakan hal yang berat dan menimbulkan gejala sesak nafas dll/memperburuk keadaan PH. Karena itu pasien PH harus menyesuaikan diri dan membiarkan pandangan orang lain yang mungkin kurang baik terhadapnya dan lebih memilih untuk berbaik hati dengan kondisi kesehatan sendiri.

Apa hubungan PH dengan penyakit jantung bawaan ?
Hipertensi paru dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan yang tidak diperbaiki pada masa awal/bayi/anak-anak. Karena penyakit jantung bawaan meningkatkan aliran darah dan tekanan pada paru-paru.
Pada hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit jantung bawaan, biasanya progressivitas PH berjalan lebih lambat dan prognosisnya lebih baik dibandingkan hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh lainnya. Selain itu dalam banyak kasus dimana penyakit jantung bawaan yang ada dapat dikoreksi, tekanan paru dapat turun drastis mendekati normal.
Di Indonesia sendiri, kebanyakan kasus hipertensi pulmonal yang terjadi saat ini adalah karena penyakit jantung bawaan yang parah dan tidak diperbaiki pada masa anak-anak.
Contoh kondisi-kondisi penyakit jantung bawaan yang bila tidak diperbaiki dapat menimbulkan hipertensi pulmonal adalah Ventricular Septal Defects, Atrial Septal Defects, Truncus Arterioses dan Pulmonary atau Tricuspid Atresia.

Apa itu Atrial Septal Defect ?
is a form of a congenital heart defect that enables blood flow between two compartments of the heart called the left and right atria. Normally, the right and left atria are separated by a septum called the interatrial septum. If this septum is defective or absent, then oxygen-rich blood can flow directly from the left side of the heart to mix with the oxygen-poor blood in the right side of the heart, or vice versa.[1] This can lead to lower-than-normal oxygen levels in the arterial blood that supplies the brain, organs, and tissues. However, an ASD may not produce noticeable signs or symptoms, especially if the defect is small.

In the case of a large ASD (>9mm), which may result in a clinically remarkable left-to-right shunt, blood will shunt from the left atrium to the right atrium. This extra blood from the left atrium may cause a volume overload of both the right atrium and the right ventricle. If untreated, this condition can result in enlargement of the right side of the heart and ultimately heart failure.

Any process that increases the pressure in the left ventricle can cause worsening of the left-to-right shunt. This includes hypertension, which increases the pressure that the left ventricle has to generate in order to open the aortic valve during ventricular systole, and coronary artery disease which increases the stiffness of the left ventricle, thereby increasing the filling pressure of the left ventricle during ventricular diastole. The left-to-right shunt increases the filling pressure of the right heart (preload) and forces the right ventricle to pump out more blood than the left ventricle. This constant overloading of the right side of the heart will cause an overload of the entire pulmonary vasculature. Eventually, pulmonary hypertension may develop.

The pulmonary hypertension will cause the right ventricle to face increased afterload. The right ventricle will be forced to generate higher pressures to try to overcome the pulmonary hypertension. This may lead to right ventricular failure (dilatation and decreased systolic function of the right ventricle).

If the ASD is left uncorrected, the pulmonary hypertension progresses and the pressure in the right side of the heart will become greater than the left side of the heart. This reversal of the pressure gradient across the ASD causes the shunt to reverse; a right-to-left shunt will exist. This phenomenon is known as Eisenmenger's syndrome.
source : Wikipedia

Terus, berikut ini adalah hadiah ulang tahun terburuk yang pernah saya terima, dari hasil TEE :
Biatrial Enlargement.
A large ASD secundum is seen. The diameter is 18 x 22 mm in size.
The aortic part of the atrial septum rim is deficient.
The other rims of the atrial septum is > 7mm.
Bidirectional flow is seen accross the atrial septum.
This finding and the pulmonary hypertension is consistent with Eisenmenger Syndrome.

All four Pulmonary veins are seen draining into the left atrium as confirmed by cardiac CT Scan.

Dilated RV with PASP 60-65 mmHg, with systemic BP 75-80/50

Well, saya akan selalu ingat kata-kata seorang wanita dari kelompok pendoa Gereja saya yang hari Jumat itu mengunjungi rumah sakit. Meskipun selama di depan mami saya, saya selalu menahan tangis, soalnya mami saya udah nangis terus, ketika didoakan entah kenapa saya tidak bisa menahannya lagi. Karena saya merasa mereka seperti bisa membaca pikiran saya, bahwa bukan karena jantung saya bolong atau paru-paru saya rusak yang membuat saya sedih, tapi karena rahim saya yang normal itu tidak diijinkan untuk mengandung seorang bayi.

Wanita pendoa itu berkata,
"Tidak apa-apa, saya percaya kamu bisa hamil, semua ini terjadi supaya kamu benar-benar mengalami sendiri bahwa Tuhan kita sungguh besar."

Saya berharap saya memiliki iman sebesar wanita itu, karena jujur saja, saya masih terpasung dalam diagnosis dokter. Belum lagi membaca artikel-artikel di internet yang menulis kasus kematian seorang wanita penderita PH, 14 hari pasca melahirkan dan lain-lain. Rasa-rasanya kehamilan itu sesuatu yang tidak mungkin. Dan kalau saya memaksakannya, bukankah saya akan menjadi orang yang egois ? Bagaimana jika bayi saya nantinya cacat ? Seandainya bayi saya selamat dan saya tidak, apakah saya tega meninggalkan suami saya jadi duda beranak satu ? Apa gunanya saya memimpikan kelahiran anak, tapi saya tidak bisa merawatnya sebagai ibu dan malah mati begitu saja ?
Bukankah lebih baik jika kita membiarkan segalanya berjalan sesuai kehendak Tuhan ? Meskipun itu berarti merelakan keinginan memiliki anak kandung.

Tuhan, saya ingin sekali memiliki iman sebesar biji sesawi.


Articles Source : PHA Indonesia & Wikipedia

Monday, 24 March 2014

SEANDAINYA

Seandainya
Waktu adalah milik kita
Kan kurengkuh hangatmu tiap detik
dalam dekap dan lelap

Seandainya
Ruang adalah lukisan tanpa judul
Kan kucoretkan nama malaikat
dalam relung jantung dan nadiku

Seandainya
Musim berlari tanpa arah
kan kubuka jendela bermandikan sinar mentari
serta atap kaca di mana bulan dan bintang tersenyum malu
untukmu

Seandainya
Awan dan hujan tak berjalan satu tujuan
Kan kuputar kemudi untuk menjemputmu
di ujung busur pelangi

Seandainya
Duri dalam daging mengoyak serpih-serpih hati
dan pisau-pisau kaca memburai semburat air mata
Dunia adalah komidi putar dalam alunan nina bobo
Jika kau tertawa

Seandainya
Bisa kudengar pecah tangismu
Saat menjumpai dunia fana
Maka itu adalah seluruh hidupku

Tuesday, 11 March 2014

How I Met Your Father - Part 9

IT'S NOT GOODBYE YET

Dear Kid(s),

Maybe this is the last chapter of this season.
I have just done some medical treatments and the result is not good.

The doctor said that I may not be pregnant because of my heart & lungs condition.
If I insist, he said that 75% will cause the death of you, me, or us both.

The tension in my lungs is way too high, even if it's just to supply the oxygen for my body. It will become even higher if I'm pregnant and my heart will exceed its limit to pump the blood.

It's not my broken lungs or heart that made me cry.
It's because I can't have you that make me the saddest woman in the world.

Deep inside my heart, I believe that 25% is more that enough for miracle to happen into somebody's life.

25% is a big opportunity.
25% is hope.
25% is everything for me.

I will cancel ALL the baby program that I have planned because of that 75%.
But, I WILL NOT say goodbye to you because of that 25%.

So, I would like to say....
See you again in the next chapter of my life.

Turning 29 - My Life Will Never Be The Same Again

Tidak pernah terbersit sedikit pun di pikiranku bahwa ulang tahun ke-29 akan kurayakan di Rumah sakit dan menerima kabar paling mengejutkan dalam hidupku.

Semua ini berawal ketika suami membelikan paket MCU diskonan dari Groupon Disdus yang di dalamnya termasuk paket foto Rontgen THorax. Setelah hasilnya jadi, suami mendapat telepon dari lab tempat MCU itu kalo hasil foto Rontgen-nya ada yang gak beres, dan si petugas lab itu menyarankan supaya kita ambil tes Echocardiography.

Kita yang sebelumnya sudah pernah periksa ke berbagai macam dokter, mulai dari dokter jantung, dokter THT, dokter saraf, tanpa pikir panjang pun langsung memutuskan untuk periksa ke dokter paru-paru, tanpa memedulikan saran si pegawai lab untuk ECG. Karena tahun 2012, aku sudah pernah melakukannya dengan dokter jantung di salah satu rumah sakit di Grogol.

Dokter spesialis paru-paru ini merupakan rekomendasi salah seorang temanku yang juga dokter muda. Dia pernah menderita pneumonia dan menjadi pasien si dokter paru ini. Namanya Dr. P. Handojo, katanya salah satu dokter spesialis paru senior yang cukup terkenal di Jakarta.

Begitu melihat hasil rontgen-ku, dr. Handojo langsung mengklaim bahwa ada yang tidak beres dengan jantungku. Dia menyarankan untuk CT Scan, untuk melihat lebih detail ke dalam paru-paru ku, meskipun kecurigaan terhadap si pembawa masalah adalah jantung.

Berhubung biaya CT Scan mahal, aku langsung mengajukan untuk rawat inap di RS supaya bisa direimburse asuransi. Dokter langsung setuju, karena dengan dirawat di RS dia jadi bisa langsung kolaborasi dengan dokter jantung, dan langsung merujuk aku ke ketua tim jantung di RS tersebut. Jadilah kami pulang dan berkemas untuk rawat inap di salah satu rumah sakit Kristen di kawasan Kebon Jeruk.

Selama 2 hari pertama, keadaanku di RS baik-baik aja, beberapa tes aku jalani satu persatu :

1. CT Scan dengan disuntikkan cairan kontras. Jadi prosesnya hampir mirip sama tes HSG waktu aku cek apakah di saluran tuba falopi ada kebuntuan atau tidak. Kali ini cairan kontras disuntikkan dari alat berbentuk tabung ke infus dan masuk ke jantung serta paru-paru. Aliran cairan kontras ini kemudian difoto. Ada sensasi panas di sekujur tubuh sewaktu cairan ini mengaliri nadi-nadiku hihiii...untung sebelumnya udah dikasi tau jadi gak shock.

2. Tiup paru-paru. Aku disuruh menghirup napas dalam-dalam, kemudian tahan napas dan memasukkan semacam tabung sensor ke dalam mulut, lalu hembus napas kuat-kuat melalui tabung tersebut. Hasilnya nanti akan muncul di monitor berupa grafik-grafik. Yang lucunya, di monitor ada animasi ikan dan tirai panggung. Kalau kita hembus napasnya pelan, tirai panggung dalam animasi itu cuma akan terbuka dikit dan ikan yang kelihatan cuma 1-2 ekor. Katanya kalau hembus napas kita kuat, tirai yang terbuka akan lebar dan akan nampak jenis ikan lainnya. Dari hasil grafik, sepertinya kemampuanku hanya mencapai kurang dari 50% alias not good.

3. Echo jantung. Nah...yang ini sebelumnya aku sudah pernah, tapi kali ini alat yang digunakan lebih canggih kelihatannya. Dari sini bisa kelihatan bahwa bilik kanan jantung yang menyambung ke arteri paru-paru membesar lebih dari normal. Padahal seharusnya bilik kanan itu lebih kecil dari bilik kiri, karena kan bilik kiri memompa darah ke seluruh tubuh. Di sini juga ketahuan bahwa diagnosis dokter jantung sebelumnya, yang mengatakan bahwa klep jantungku terlalu panjang sebenarnya TIDAK TEPAT. Klep jantungku sebenarnya baik-baik aja, cuman karena ukuran bilik kanan membesar dan bilik kiri mengecil, tampaklah si klep jantung seperti kepanjangan pada bilik kiri.

4. Cek darah setiap hari. Ganti infus sampai 2x karena normalnya infus cuma boleh sampai 3 hari, kalo lebih dari itu harus diganti sebab bisa mengakibatkan infeksi. Selain disuntik melalui pembuluh vena untuk mengetahui profil darah secara keseluruhan, aku juga diambil darahnya melalui PEMBULUH ARTERI untuk mengetahui secara langsung kadar O2 yang dibawa darah Fresh From The Lungs, yaitu pembuluh yang terletak jauh di dalam, yang  terasa denyutnya, dan aliran darahnya menyembur, jika dipotong cocok untuk orang yang mau bunuh diri. Kalo biasanya orang cek darah diambil dari pembuluh vena cuman sakit bentar pas jarum masuk dan keluar, beda dengan ketika disuntik di pembuluh arteri. Luka tusukan di luar udah sembuh, tapi yang di dalem ini berasanya masih sampai berhari-hari kemudian....

Setelah cek ini itu, akhirnya (untuk sementara) para dokter menyimpulkan bahwa penyebab aku gampang capek dan ngos-ngos an di luar batas normal adalah PULMONARY HYPERTENSION PRIMARY.
Psstt...ternyata penyakit ini masuk ke kategori CRITICAL DISEASE di dalam polis asuransi prudential. Tapi belum bisa klaim karena belum masuk stadium 4 alias masih di tingkat menengah.

Kenapa disebut primary ?
Karena waktu itu para dokter masih di grey area untuk menyimpulkan penyebab tingginya tekanan di paru-paru. Selama ini, di dunia kedokteran, 90% penyebab pulmonary hypertension termasuk dalam kategori tidak diketahui alias faktor X karena, penyakit itu sendiri sangat langka terjadi, perbandingannya 1 : 1000

TAPI...
masih ada 1 tes lagi yang bisa dilakukan untuk memperkuat kesimpulan para dokter. Tes itu adalah TEE.

Sayangnya, pada saat dokter jantung akan melakukan TEE, aku malah terserang demam yang menyebabkan trombosit turun setiap harinya. Karena dicurigai virus Demam Berdarah, akhirnya ditunggulah 3 hari untuk menunggu munculnya virus itu sejak masa inkubasi. Puji Tuhan, hasilnya negatif. Ternyata demamnya cuma karena virus biasa, dan setelah 3 hari aku gak demam lagi.

Maka pada hari Kamis, 6 Maret 2014, aku melakukan TEE.
Sebuah prosedur untuk mendapatkan foto organ dalam dengan lebih jelas, dengan memasukkan kamera micro melalui kerongkongan. Untuk melakukan tes ini, mulutku dibius lokal dan aku dibius total alias terlelap tanpa daya selama 1 jam. Meskipun dokternya nawarin supaya aku ga perlu bius total, tapi hatiku lebih tenang kalo aku bius total dan terlelap ke alam mimpi... jadi bangun-bangun semuanya udah kelar. Daripada cuma bius lokal, aku bisa liat ini itu malah cemas dan panik.

1 jam berlalu....

Dan akhirnya si dokter jantung, Antono Sutandar beserta asistennya, Reynold Agustinus, menemukan sesuatu.

Sesuatu yang menyebabkan terjadinya Pulmonary Hypertension.

Sesuatu yang mengubah diagnosis para dokter yang sebelumnya PRIMARY menjadi SECONDARY.

Sesuatu yang menyebabkan mamaku menangis di tempat dan tidak nafsu makan sampai beberapa jam sesudahnya.

Sesuatu yang membuatku divonis tidak boleh hamil, karena 75% akan menyebabkan kematian padaku, bayiku, atau kami berdua.

Sesuatu yang akan mengubah hidupku selamanya.

Sesuatu yang menjadi SALIBKU.

Salib yang harus aku pikul sampai saat Tuhan berkenan mengangkatnya.

Sesuatu yang akan aku ceritakan pada dunia suatu hari nanti.


NB : Perjalanan ini belum selesai sampai sini. Akan ada 2nd opinion dari dokter-dokter lain mungkin suatu hari nanti, akan ada obat-obat alternatif, dan lain-lain dan lain-lain