Thursday, 30 June 2016

The Diary of Caymaru - The Point of No Return (FINALE)

Postingan kali ini (terakhir) ditulis sendiri oleh Caymama beberapa hari sebelum menjalani operrasi. Saya, Caypapa cuma bantu upload agar kisah "The Diary of Caymaru" terselesaikan dan (mungkin) bisa berguna bagi para pembacanya.

Week 24
Setiap malam aku selalu terbangun karena saturasi oksigen yang cuma 60an, padahal selang oksigen tidak pernah lepas dari hidungku.
Saat-saat seperti itu, sepertinya tubuhku tidak menyatu satu dengan yang lainnya.
Aku terduduk. Aku sebut nama Yesus terus dan terus...
Aku kuat. Aku bisa. Tuhan besertaku. Ia akan mampukan aku.
 
Hasil USG minggu ini tidak bagus.
Caymaru positif mengalami IUGR dengan kondisi ABSENT DIASTOLIC END FLOW (ADEF).
Aku tanya ke gugel, beberapa forum ibu hamil di Amerika menceritakan bahwa kondisi ini pertanda buruk, tapi masih bisa dipertahankan asalkan gejala ini tidak berubah menjadi REVERSE END DIASTOLIC FLOW (REDF).
Jika janin mengalami gejala di atas (ADEF) artinya sirkulasi plasenta tidak bagus.
Janin tidak mendapatkan nutrisi cukup yang dibutuhkannya untuk bertumbuh dan berkembang secara normal.
Dalam hal ini, aku gagal mensupply oksigen karena minimnya oksigen darah.
Caymaru bertumbuh sangat sedikit bahkan grafiknya menunjukkan gejala pertumbuhan yang sangat memprihatinkan.
Beratnya hanya 500 gram.

Caymaru,
apapun yang terjadi aku serahkan semuanya pada Tuhan.
Aku memang egois karena memintamu untuk berjuang terus dan terus bahkan sebelum kau mengenal cahaya.
Tapi aku percaya Tuhan punya rencana besar akan kehadiranmu.
Karena itu aku mohon berjuanglah sampai akhir.


Week 25
Kondisi Caymaru tidak bertambah baik, meski beratnya menjadi 560 gram, tetapi aliran darah plasenta menjadi ABSENT-REVERSE END DIASTOLIC (ARED).
Menurut forum di gugel, lagi-lagi perkumpulan calon ibu di Amerika, biasanya jika mereka sudah memasuki gejala REVERSE FLOW, dokter akan mengeluarkan bayi secara paksa alias terminasi kehamilan. Sebagian besar ibu-ibu di sana menuruti maunya dokter, karena memang survival rate di Amerika untuk bayi prematur sudah tinggi, beda dengan Indonesia. Di Amerika, untuk janin berusia 28 minggu dengan berat berkisar 500 - 1000 gram, tingkat survivalnya mencapai 95%, sedangkan di RSCM sebagai rumah sakit terbesar di Indonesia dengan dokter-dokter mumpuni, tingkat survival rate usia 28 minggu dengan syarat berat badan janin minimal 1 kg hanya sebesar 70%.


Week 26
Kami mencoba USG 4D untuk kedua kalinya...dannnn eng ing eng... kami bisa melihat wajahnya dengan lebih jelas dibandingkan ketika berusia 14 minggu.

Caymaru - USG 4D.

Tapi karena kondisi IUGR Caymaru makin memburuk, gerakannya tidak seaktif ketika dia masih berusia muda, ditambah lagi jumlah air ketubanku yang lebih sedikit dibanding wanita hamil normal, membuat dia makin tidak bebas bergerak.
Beratnya di minggu ke 26 ini ditulis 690 gram, ada peningkatan tetapi ukuran yang tertulis berdasarkan hasil USG tidak bisa dikatakan akurat karena ada selisih plus minus sebesar 20%.... weewww banyak banget ya.


Week 27
Minggu ini merupakan.....
.
.
.
.
.
.
.



Postingan Caymama berakhir sampai disini.... Dia takkan pernah bisa melanjutkan lagi tulisannya di sini.
Dia telah mengakhiri pertarungannya bersama sama dengan Caymaru pada Week 28.



 Kondisi Caymama saat menulis postingan terakhir ini.


Caymama tidur pulas, kelelahan menulis postingan ini


Selamat jalan Caymama,
Selamat jalan Caymaru,
Hidupmu boleh berakhir di dunia ini, tapi tulisanmu ini akan tetap hidup dan menjadi pesan positif bagi dunia.

Terima kasih atas teladanmu yang sangat luar biasa...




I LOVE YOU,




( Caypapa )   


Sunday, 19 June 2016

The Diary of Caymaru - Let's Fight Together

Akhirnya perjalanan RS kami berakhir di RSCM, yang katanya merupakan rumah sakit umum nomor 1 di Indonesia, di mana calon-calon dokter hebat dilahirkan dari sebuah institusi tersohor bernama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tapi....ironisnya, fasilitas di RS yang pasiennya banyak banget ini sangat kurang memadai. Jumlah penduduk Jakarta aja udah berapa, jumlah penduduk Indonesia berapa, jumlah RS berapa, semua itu gak cukup Pak Presiden, gak heran kalo banyak kasus pasien ditolak atau terlambat penanganannya karena terbatasnya fasilitas yang ada.
Percuma kalo otak dan skill dokternya mumpuni, tapi fasilitasnya kurang, pada akhirnya kita tidak mempercayai tenaga medis di Indonesia. Hanya orang yang bergantung pada BPJS seperti saya ini yang sudi memilih pengobatan di Indonesia untuk menangani kasus berat, kalo duit saya kayak Paman Gober sudah pasti saya terbang ke Jepang atau Amerika sekalian hahahaaaa....


Week 14
Saya datang ke klinik obgyn dan ditangani oleh dokter residen yang sedang mengambil pendidikan spesialis kebidanan. Mereka semua di bawah mentoring seorang dokter senior bergelar Profesor Doktor yang ahli di bidang fetomaternal, yaitu sub spesialis kebidanan yang khusus menangani kehamilan berisiko tinggi.
Awalnya saya sempat dibawa ke IGD karena terjadi kesalahpahaman. Para dokter residen mengira saya setuju untuk melakukan aborsi. Tapi mereka kaget karena saya ternyata tidak menyetujuinya. Akhirnya saya diopname supaya mereka bisa mengadakan join conference dengan dokter jantung mengenai kondisi saya.
Ketika saya diopname, seorang dokter residen yang lumayan ganteng bernama dokter Greg menyuruh suami saya keluar dan ingin berbicara 4 mata dengan saya.

dr. Greg : Saya ingin tahu kenapa ibu sangat kukuh mempertahankan kehamilan ini ? padahal Ibu tahu risikonya. Kehamilan ini berbahaya bukan cuma buat si bayi tapi juga buat Ibu. Saya perlu tahu alasan Ibu untuk bahan pertimbangan saat join conference nanti.
Me : Yaaa... saya sudah pernah bilang kalo saya sulit hamil selama 3 tahun. Saya sudah putus asa bahkan berpikir tidak mungkin saya hamil secara alami. Tapi ternyata Tuhan punya rencana lain. Dokter tahu eisenmenger sulit diobati, setiap tahun saya selalu menerima kabar kematian dari teman-teman di grup Hipertensi Paru. Saya pun tidak tahu kapan saya akan mati. PH belum ada obatnya di dunia ini. Kalo saya menggugurkan kandungan ini demi memperpanjang hidup saya, sampai berapa lama lagi ? 5 tahun ? 10 tahun ?
Lalu selama sisa hidup saya itu, apakah saya bisa hidup tenang, Dok ? Yang ada hanya rasa penyesalan dan kesedihan karena saya menyerah...
(lalu ntah kenapa air mata menetes dan sesenggukan di depan dokter itu, padahal selama ini saya pantang nangis di depan dokter-dokter)


Week 15
Saya bertemu dengan Profesor Yudit, mentor para dokter residen itu untuk melakukan USG perkembangan janin.
Ketika saya berbaring, dia bertanya dengan suara sinis,
"Apa yang Ibu harapkan dari kehamilan ini ? Percuma...paling hanya bisa bertahan hingga bulan ke-5..."
Saya cuma terdiam.
Janin saya masih dalam kondisi normal. USG selesai. Saya dan suami digiring ke ruangannya dan disidang bersama dengan beberapa dokter residen.
Pertanyaannya masih sama dengan yang lalu-lalu,

Dr.dr.Yudith, PhD :
"Kenapa Ibu kukuh mempertahankan kehamilan ini ? Padahal sudah dijelaskan berkali-kali tentang risikonya, taruhannya nyawa. Ini bukan soal buah simalakama, kalo yang 1 dikorbankan akan menyelamatkan yang lain, tapi ini menyangkut 2 nyawa. Bisa keduanya selamat, bisa keduanya tidak selamat kalo menunggu sampai kehamilan lebih tua."
Me :
"Karena di dunia ini tidak ada yang pasti. Dokter bilang risiko berapa 50%, 60& bahkan ada dokter yang bilang sampai 75%, tapi kan masih ada kemungkinan 50%, 40%, atau 25% untuk berhasil... emang kalo orang kena kanker divonis setahun lagi bakal mati, apa dia pasti mati ?"
Dr.dr.Yudith, PhD :
Ya enggak sih...tapi di sini kamu mempertaruhkan 2 nyawa sekaligus
Suami :
Iya dokter, saya paham semua dokter akan menghindari risiko tinggi. Tapi kami tidak mau menyerah, kami mau berjuang sampai akhir, seandainya suatu hari nanti kita menghadapi risiko terburuk, kami tidak akan menuntut apa pun dari dokter. Kamu sudah diberi tahu berkali-kali mengenai risikonya...tapi kami minta dokter juga berusaha semaksimal mungkin membantu kami.

Mendengar jawaban suamiku, tiba-tiba si dokter itu berubah sikap, tidak lagi sinis. Ketika keluar dari ruang fetomaternal, dia menepuk-nepuk bahuku dan memberi semangat.


Week 17
Join conference sudah dilaksanakan antara dokter kandungan, dokter jantung, dan legal ethic dengan konklusi sbb :
  • week 28 bayi harus dikeluarkan untuk menghindari risiko gagal jantung kanan dan thromboemboli vena (pembekuan darah) pada ibu yang bisa menyebabkan kematian mendadak (sudden death)
  • pemantauan secara rutin perkembangan bayi setiap minggu karena risiko IUGR - Intra Uterina Growth Restriction - terhambatnya perkembangan janin karena kurang oksigen, risiko terburuk adalah IUFD - Intra Uterine Fetal Death - di mana plasenta menjadi kering sehingga tidak mampu menyalurkan nutrisi pada janin dan mengakibatkan janin meninggal dalam rahim
  • kontrol rutin untuk memantau kondisi fungsi jantung ibu, perburukan pada eisenmenger syndrome, atau peningkatan hipertensi paru yang berpotensi mengakibatkan gagal jantung

Week 20
Aku merasakan sesak yang semakin berat. Tiap malam aku terbangun karena susah bernapas padahal bantal udah tumpuk 3. Batukku menjadi makin sering, bahkan beberapa kali disertai gumpalan kecil darah. Saat aku kontrol ke dokter jantung, dia geleng-geleng... TVG ku sudah di atas 100 mmmHg, itulah yang membuat beberapa pembuluh halus paru pecah sehingga dahakku berdarah.

Akibat PH yang terlalu tinggi, menyebabkan hipoksia (sesak napas) dan beberapa pembuluh halus paru-paru pecah, jadi dahak yang keluar bercampur darah

Dia mengganti pengencer darah aspirin dengan heparin sodium, yang berarti aku harus disuntik setiap hari. Jadi mulai sekarang aku punya suster baru yaitu suamiku yang kadang nyuntiknya sakit, kadang gak sakit, kadang juga sakit banget.... sampe lengan kanan kiri dan pahaku memar-memar.


 memar-memar di lengan akibat suntikan HEPARIN SODIUM, sebenarnya di paha juga masih banyak, tapi malu fotonya karena pahaku gendut hueheehehee.....

Aku selalu mengingatkan diriku, untuk siapa aku berjuang, karena siapa aku mau percaya. Aku hanya bisa menyebut nama YESUS dalam setiap saat aku merasa sangat lemah, karena aku percaya dia selalu bersamaku.


Week 21
Aku dan suamiku sepakat untuk meminta didoakan dalam sebuah sakramen perminyakan, sebuah ritual dalam gereja Katolik yang bertujuan untuk mendoakan orang sakit.
Prosesnya begitu cepat karena orang-orang di lingkungan sangat support. Seorang pastor datang dan memberikan penguatan melalui sakramen minyak suci.
Biasanya upacara ini diadakan buat orang yang sudah mendekati ajal, walaupun sebenarnya tidak, tapi seringnya kebiasaan orang Katolik di Indonesia seperti itu. Sampai-sampai ketika berita ini didengar oleh mantan managerku, dia langsung shock dan mengira kondisiku sudah amat buruk sehingga berencana menjengukku bersama beberapa teman kantor. Tapi setelah dikonfirmasi bahwa aku masih stabil, akhirnya dia tidak jadi menjenguk hehehee..... baik yah mantan managerku :D


Week 22
Aku merasa lebih sehat. Kadang masih terbangun tengah malam karena sesak napas tapi sudah gak sesering minggu lalu. Dahak berdarahku juga sudah sangat jarang sekali bahkan hampir tidak pernah.
Aku kontrol ke dokter kandungan untuk melakukan USG. Dokter bilang janinku terlalu kecil untuk ukuran 22 minggu. Seharusnya di usia sekian berat bayi sudah mencapai 500 gram, tapi janinku hanya kisaran 350 gram. Walaupun organnya normal, tetapi dia juga kesulitan oksigen sehingga penyerapan nutrisi tidak maksimal.
Dokter pesimis aku bisa melahirkan di usia 28 minggu.
Dia bilang, "paling gak di usia 34 minggu...tapi berisiko buat kamu,"

Aku bilang pada suamiku, kalo aku sepertinya tidak mungkin melahirkan di usia 28 minggu karena berat bayi tidak sesuai target.
Aku sih oke2 aja melahirkan di usia 34 minggu, tapi suamiku jadi galau...karena itu berarti semakin tua kehamilan, semakin berisiko untuk jantungku.
Aku bilang padanya, "Kamu harus percaya padaku kalo aku kuat, aku gak akan menyerah demi Caymaru...semoga Caymaru juga terus berjuang di sini."


Aku mungkin ibu yang paling egois.
Aku tidak bisa memberikan kenyamanan atau apa yang dibutuhkan anakku.
Aku malah memintanya berjuang.
Bahkan sebelum dia mengenal cahaya.

Aku tidak ingin dia menyerah, "berjuanglah, let's fight together..." itu yang selalu aku ucapkan saat aku merasakan gerakannya yang semakin aktif.

The Diary of Caymaru - We Will Protect You

Menginjak usia 7 minggu, aku balik ke Jakarta ditemani si mami naik Argo Anggrek.
Sepanjang perjalanan, perut mual bangeeettttt....makan apapun gak nafsu, malah takutnya muntah kalo dipaksa. Akhirnya aku merasa lemes banget setelah 2x muntah di pagi harinya.
Sampai di Jakarta, aku minta nginep aja di Harapan Kita supaya dapet infus dan gak kekurangan cairan.
Setelah masuk IGD dan tes ini itu, akhirnya aku pun nginep karena hari itu hari Sabtu dan hanya ada dokter residen.

Saat mereka tau riwayatku yang menderita ASD + PH + eisenmenger syndrome, para dokter juga memintaku untuk melakukan terminasi kehamilan. Mereka memberiku waktu untuk berunding dengan keluarga.
Hahahaaa....apa yang mau dirundingkan ??? Sejak awal aku menginginkan kehamilan ini, dan aku sama sekali tidak ada rencana untuk menggugurkannya. Jadi tidak ada musyawarah mufakat, mami dan suami semuanya menyerahkan keputusan di tanganku.
Keputusanku sudah bulat....

AKU AKAN MEMPERTAHANKAN BAYI INI SAMPAI AKHIR

Mereka memberikan selembar surat pernyataan penolakan tindakan terminasi. Aku membubuhkan tanda tangan.
Betapa ironisnya ya... sebuah keajaiban bernama kehidupan, bisa dilenyapkan hanya dengan coretan hitam di atas putih.

Seandainya bayi ini bukan rejekiku, seandainya bayi ini belum saatnya hidup di dunia, aku percaya Tuhan akan mengambilnya dengan cara-Nya sendiri.
Tapi bukan dengan coretan tanda tanganku.

Beberapa minggu kemudian, aku kontrol ke dokter jantung yang biasa di Harapan Kita, di mana aku kembali sebulan sekali buat ambil obat BPJS.
Saat aku bilang bahwa aku sedang hamil, dokternya langsung ngomel-ngomel, yang katanya susah proses lahirannya harus diawasi dokter lintas spesialis, harus pake ICU, risiko kematian, bla bla blaaaa.....
Aku sih cuma diem aja, udah tau kok reaksinya bakal gitu, tapi giliran si mami yang kaget kok ini dokter galak bangettt... bukannya ngasi solusi gimana kek, atau at least cara ngomongnya halusan dikit gak usah emosional gitu.
Yah...aku ngerti kok gimana perasaan dokter kalo menghadapi pasien bandel hahahahaaaa....
Akhirnya dia nulis sesuatu di buku status pasien bahwa dia sudah menjelaskan risiko kehamilan dan lagi-lagi aku membubuhkan tanda tangan.

Oke, selanjutnya aku sempat mengecek kondisi janin di beberapa RS seperti di RS Siloam MRCCC, di sana dokter kandungannya gak seberapa pintar tapi dari hasil USG dia bisa tau bahwa kondisi fisik janin masih normal. Aku juga mampir ke RS MMC Kuningan untuk nyobain USG 4D...

Untuk pertama kalinya, aku dan suami bisa melihat cikal bakal wajah CAYMARU aka BABY G.
Dia sangat aktif bergerak, dan dokter bilang dia cowok.

Caymaru 17 weeks

Saat keluar dari klinik, suamiku bilang kalo dia jadi pengen nangis...
Aku tanya kenapa.
Dia bilang,

"Sebelum ini mungkin aku masih punya perasaan untuk membuangnya kalo suatu hari kamu sudah gak kuat lagi. Tapi hari ini sewaktu melihat wajahnya dan bagaimana aktifnya dia bergerak dengan tangan dan kaki yang normal, aku jadi gak tega kalo suatu hari dia harus digugurkan,"

Mendengar perkataannya, entah kenapa aku jadi terharu.
Ternyata naluri kebapakan seseorang bisa muncul ketika melihat calon bayinya :'(

CAYMARU,
you don't need to worry, we will protect you till the end.
Even if someday we lose the battle, I swear I will never give up...