Monday, 10 June 2013

My First MRI Scan

Jadi, postingan ini sebenarnya dan sesungguhnya adalah postingan tidak penting, yang merupakan kelanjutan dari "Apakah ini benar-benar vertigo ?"

Menurut saya, makanan di RS lumayan enak. Terbukti dari menu makan siang dan makan malam, semuanya saya habiskan dengan lahap heheheee....

Tidak seperti yang saya bayangkan, ketika masih SD dirawat di RS, di mana harus makan nasi tim atau bubur dan sayur lauknya hampir gak berasa apa-apa.
Pernah, suatu pagi, si petugas pengatur menu menanyai apa menu breakfast saya untuk besok. Saya lihat di list tidak ada yang menarik, lalu saya pilih yang ada di foto yang memperlihatkan kue pie entah apa plus minuman semacam coklat. Ternyata oh ternyata....itu adalah menu untuk pasien VIP, dan tidak bisa dipesan oleh pasien kelas 2, hix hix....
Akhirnya menu yang saya pilih adalah bubur kacang hijau yang berakhir tidak saya habiskan. Mendingan saya pesan roti tawar biasa aja deh :(

Keesokan sorenya, ketika si Eric menghadiri kondangan di Kempinsky (dia makan bebek, salmon, kepiting soka, dan minum sampagne !!!! *Pengennnn), saya menuju ruang MRI Scan.
Alatnya mirip dengan yang di film serial SCRUB, saya jadi antusias sekaligus excited masuk ke situ qiqiqiqiqi.....
Kata dokter MRI scan ini mirip CT Scan, tetapi lebih aman karena tidak ada radiasi, dia pakai sistem medan magnet. Sangat dianjurkan untuk yang belum pernah punya anak.

Tahapannya begini :

1. Melepas semua aksesoris yang mengandung logam (anting, kalung, cincin, dll)
2. Berbaring lurus, kepala diletakkan di atas bantalan yang nempel di alatnya.
3. Dikasi headset buat dengerin musik. Susternya nanya mau musik apa, Indonesia, pop, dll. Katanya biar gak berisik karena nanti di dalam alat ada suara bising dari gelombang suara.
4. Setelah headset terpasang dengan benar, kita dipasangin semacam helm.
5. Tiba-tiba tempat yang kita tidurin meluncur ke dalam terowongan. Ssrrrtttt...
6. Lalu dimulailah kebisingan suara-suara scan. Krek krok ngeng ngong ming meng krang....*susah dideskripsikan.
Saya merasa musik dari headset gak mempan sama sekali karena terlalu pelan, suara scan-nya jauh lebih kenceng sampai menenggelamkan suara musik. Tau gitu tadi saya minta suster nyetelin lagu Pittbull atau J.Lo dengan volume max aja hahahahaa...
7. Sekitar 30 menit (gak sampe kayaknya), saya pun keluar dari terowongan tersebut.

Keesokan harinya, ketika dokter memperlihatkan hasil scan.....SAYA SEDIHHHH!!!!

Mengapa ? Mengapa ? Mengapa tampak samping saya tidak punya dagu (*disertai dengan pipi tembem) wakakakakakaa...

Yah, kalo itu sampe ada dagunya berarti bukan hasil scan saya yahh :(

Ternyata, tidak ada yang serius dengan isi kepala saya, jadi kesimpulannya saya cuma kecapekan.
Seharusnya orang tu bersyukur dan seneng kan ya kalau tidak ada apa-apa yang aneh, ehh ini saya malah kayak gak terima gitu ngotot ke dokter kalau mata saya ketarik-tarik, ke dokter mata dll, sampai dokternya sebel.

Yah, demikianlah akhir dari diagnosis vertigo saya yang menghabiskan dana 8,3 juta, tetapi dicover oleh asuransi sebesar 8 juta sehingga saya cukup membayar 300 ribu saja. Itupun rencananya akan saya reimburse ke kantor (gak mau rugi dot com).

Saya cuma bisa berdoa sepenuh hati, segenap jiwa raga, semoga saat saya ke Sydney nanti, vertigo saya gak kumat pas lagi di jalan.
Please God..please...please...please.....

Saya pun akan merelakan keikutsertaan saya dalam kompetisi nulis novel tahap 2 demi menjaga kesehatan, supaya gak tidur malem-malem.
Tahap selanjutnya, saya akan periksa mata ke dokter mata dan akan rajin memakai kacamata supaya vertigo-nya gak sering kumat (setelah kacamata saya yang ukuran lensanya gak enak lagi tergeletak tak berdaya di laci kantor bebulan-bulan).

Sehat itu mahal harganya, Sob !






source : http://www.londonspine.co.uk/index7bf9.html?page_id=86

Apakah ini benar-benar VERTIGO ??

Senin, 3 Juni 2013
Saya jalan ke kantor, di tengah jalan, tiba-tiba mata saya berwarna-warni. Saya pikir itu karena silau kena sinar matahari saja.
Sesampainya di kantor, saya mendadak pusing tujuh keliling, mual, dan muntah2 di WC, persis seperti orang hamil.
Seandainya saja benar-benar hamil T_T, tapi waktu itu saya habis mens, jadi nggak mungkin kalau hamil. Siangnya karena sudah nggak tahan lagi, saya diantar pulang oleh teman kantor. Di rumah setelah minum obat muntah dan membaringkan kepala, I feel a lot better.

Selasa, 4 Juni 2013
Saya masih pusing-pusing dikit, tapi karena nggak parah saya tetap menjalani aktivitas seperti biasa

Rabu, 5 Juni 2013
Hari ini jadwal saya ke pabrik di Cibitung. Karena paginya macet, manager saya tidak ke kantor dulu melainkan langsung ke pabrik, dan saya di kantor harus mencari tebengan. Tebengan saya berangkatnya pagi banget, saya baru saja sampai kantor belum sempat beli sarapan, mereka sudah akan berangkat. Akhirnya saya ke pabrik tanpa sarapan secuilpun. Di mobil, saya merasa agak pusing, untunglah nggak sampai mabok darat. Di pabrik, biasanya staff kantor dapet catering yang lumayan enak, entah kenapa hari ini menunya amat sangat tidak enak, sehingga saya cuma makan beberapa sendok dan nggak habis. Perjalanan kembali ke kantor bersama manager saya terjebak macet pula karena kamisnya libur. Sungguh hari yang melelahkan. Sampai di kantor, saya nggak langsung pulang, tapi masih harus balas email-email, dll. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 19:00.

Kamis, 6 Juni 2013
Meskipun ini hari libur, tapi saya nggak bisa bangun siang seperti biasa. Saya harus bangun pagi untuk menengok keponakan saya di Tangerang. Saya berangkat pukul 09:45 dan menuju daerah kebon kacang dulu untuk menjemput adik ipar saya. Pagi ini saya merasa mual dan kembung karena maag saya kumat. Tapi saya berusaha tidak hiraukan setelah minum obat maag.

Jumat, 7 Juni 2013
Setelah bangun pagi, baru beraktivitas 30 menit tiba-tiba saya merasakan gejala yang sama seperti hari Senin. Pandangan mata saya jadi warna-warni. Saya langsung duduk dan menimbang-nimbang apakah sebaiknya saya masuk kantor atau tidak, karena hari ini ada keperluan urgent berkaitan dengan pekerjaan saya. Akhirnya saya memutuskan tidak masuk karena takut muntah-muntah lagi di kantor, padahal maag saya belum sembuh benar. Nah sambil berbaring leyeh-leyeh dan pijat kepala, saya sempatkan meng-Whatsapp dan mem-BBM beberapa kolega untuk membantu menuntaskan urusan kerja. Benar saja, baru beberapa menit, gejala muter-muter itu pun muncul kembali disertai mual. Saya langsung menghentikan semua aktivitas chatting dan merem.

Setelah si eric pulang dari kantor, kami langsung ke dokter. Pertama maunya ke dokter praktek biasa aja, tapi akhirnya berakhir di UGD Siloam dan sama si dokter disuruh MRI scan.
Berhubung MRI scan ini mahal, sekitar 2.3 - 2.8 juta, si dokter menyarankan supaya saya nginep di RS saja supaya bisa klaim asuransi. Akhirnya kami pun setuju, karena selama ini saya belum pernah klaim asuransi, padahal selalu bayar tiap bulan.

Ahhhh, setelah sekian lama gak masuk RS, saya masuk RS lagi deh. Dan mengalami yang namanya infus lagi. Sepanjang memori saya, masuk RS itu berarti derita karena makanannya nggak enak, plus disuntik hampir tiap hari. Tapi benarkah demikian ?? Mari kita telusuri....

Masuk RS 1 : pas bayi sakit muntaber, ini sih saya gak ingat, cuma berdasarkan info dari mami

Masuk RS 2 : Pas TK nol kecil, ada peradangan usus buntu jadi harus operasi. Waktu itu tahun 1989, teknologi operasi (apalagi di kota Kudus) masih sederhana banget. Pasien dibius total, perut dibelek pake pisau, terus dijahit, selesai. Saya masih ingat tuh, usus saya yang kecil warnanya putih dimasukin ke tabung yang ada cairan entah apa. Kata papi, usus tuh harusnya warna merah, kalo udah warna putih berarti udah meradang. Tahun 2008, temen saya ada yang operasi usus buntu, ehhh...operasinya pake komputer, cuma dibelek 1 cm. Ajibb....bentaran bekasnya juga ilang tuh. Sedangkan saya, punya bekas jahitan sepanjang 6 cm di perut, tak mungkin saya pakai bikini T____T

Masuk RS 3 : Pas kelas 2 SD, gara-gara dokter anak di Kudus salah diagnosis, harusnya sakit CAMPAK, ehhh dibilang sakit TIPES. Yang seharusnya bisa berobat jalan, malah harus masuk RS beberapa hari sampai akhirnya muncul gejala bercak-bercak yang menandakan itu sakit campak. Dasar dokter di Kudus gak bonafit ah !

Masuk RS 3 : Pas kelas 4 SD, saya sakit demam berdarah. Seingat saya, sakit yang satu ini paling paling paling paling nggak enak. Perut sakittttttttt minta ampun. Dan menurut mami saya, di hari saya masuk RS, malemnya saya mengalami masa kritis, karena demam tinggi sampe badan menggigil semua, trombosit turun drastis, selain itu juga mengigau. Untung waktu itu saya masih polos, kalo udah mesum, bisa-bisa mengigau yang mesum-mesum, gawat banget !!

Masuk RS 4 : To Be Continued....

Be Strong, Gan !

Sebenarnya sejak beberapa bulan yang lalu, saya dapet info dari si Eric mengenai berita salah seorang pejabat, yang notabene adalah ayah dari temen akrab kami. Karena kita kepo mode on, kita dikit-dikit ikutin perkembangannya, tapi lalu kasus pejabat tersebut mulai meredup.

Lalu, di akhir Mei lalu, kasus yang sepertinya sudah dilupakan media itu mencuat lagi. Kali ini lebih parah karena sampai disiarkan ke TV nasional. Waktu itu pagi-pagi, saya dapat bbm dari adik saya tentang papa temen kami itu.

Adek : Eh, kamu kemarin liat nggak papanya si A ditangkep secara paksa di TV ?
Saya : Hah ?? Di mana ? Kapan ?
Adek : Di RCTI, kemarin malem

Berhubung TV saya lebih sering digunakan untuk nonton film & serial donlotan daripada TV nasional, tentu saja saya tidak tahu.
Lalu, saya yang (selalu) kepo pun segera browsing di youtube memakai tablet Samsung Galaxy Tab 2 yang masih kredit itu :P
Gara-gara sifat "kepo" ini, saya jadi mendapat gelar "RATU KEPO" dari Jessica N. Rusli karena mengetahui rumor-rumor yang beredar di kantor FC, padahal info yang saya dapat itu tak lepas juga dari campur tangan manager saya yang juga kepo. Mungkin lebih baik divisi kami diganti nama saja, dari divisi EXPORT menjadi divisi KEPO. Jessica bahkan menyarankan jika saya mau buka usaha sendiri, mungkin usahanya bisa bergerak di bidang perkepoan, seperti detective agent misalnya.

kembali ke laptop, Video berdurasi pendek itu cukup membuat saya terpana.

Terlepas dari apakah pejabat tersebut benar-benar bersalah atau tidak, saya justru memikirkan keluarganya.

Seandainya, papi saya sendiri yang berada di posisi itu, atau mertua saya, kira-kira apa yang bakal saya rasain yah ?

Apakah maag saya akan kambuh, atau lebih parah lagi vertigo saya yang kumat karena tak kuasa menanggung beban hidup *halah!

Yang pasti, dibutuhkan kekuatan fisik & mental di atas rata-rata untuk menjadi bagian dari kekalutan publik.

So, only this from us to you, friend :

BE STRONG, GAN !
Life is like a wheel.