Thursday 21 August 2008

Fenomena Psikotest di Indonesia

Tadi pagi, untuk yang pertama kalinya sepanjang hidupku, aku ikutan psikotest. Aku ditelpon sama orang Kidzania untuk dateng psikotest di Pacific Place Mall.
Pertama, aku pikir bakalan ribet seperti psikotest yang aku denger dari temen2 yang lain, ada test kepribadian, test kreatifitas, test IQ, dan segala tetek bengek lainnya.
Pagi2 aku bangun lebih cepet dari biasa, ga nafsu makan (maklum, the first time gitu loh...), stress deh pokoknya.
Begitu sampe di sana (sebelumnya aku muter2 dulu nyari kantor Kidzania, beberapa satpam jadi korban guideku, hehe) aku disuruh ngisi formulir and nungguin di ruang tunggu yang dinginnya minta ampun...mana pake rok lagi...
Selama nunggu, sempet ga pede juga sih ngeliat saingan2 yang lain, kliatannya mereka blink2 gitu...ihik...tapi aku berusaha cuek dengan "sok sibuk" sms an.

Akhirnyaaaa....setelah sekitar 45 menit, kami bertiga (cewek smua) dipanggil masuk ke sebuah ruangan mungil dan diberi kertas kosong.
Instruksinya adalah....
1. Gambar sebuah pohon, rumah, dan orang dalam waktu 10 menit (apa 5 menit ya...lupa) terus jelasin siapa yang digambar, sedang apa, umur berapa
2. Gambar sebuah pohon, tidak boleh pohon kelapa, pisang, bunga, tanaman rambat

Naahh...di sini aku gambarin ala anak SD :
1. Sebuah pohon mangga rindang yang letaknya terlalu ke kiri, rumah dengan cerobong asap yang agak kekecilan, asap keluar dari cerobongnya, ada jendela bertirai dan pintu tertutup, seorang cewek (aku) yang lagi nyiram taneman bunga di depan rumah, terus ada kupu2 lagi terbang di deketku...tapi gambar orangnya ga detail sama sekali....
2. Gambar pohon mangga (again) yang lagi berbuah dan buahnya banyak yang berjatuhan saking ranumnya, daun ga detail, tapi banyak ranting dan cukup rimbun.

Setelah itu, test ke2 dikasi soal hitungan 5 nomer perkalian and penjumlahan...gila....masa aku bisa ngeblank 9 x 8 yaaa.....?? waduuh masi inget banget nih, saking shocknya!!
ga terlalu yakin sama jawabanku yang sepertinya agak kacau, hehehe...

Selanjutnya test ke3 dan ke4 lumayan mirip, yang ke3 ngisi formulir dalam bhs Inggris, sedangkan yang ke4 pake bahasa Indonesia. Pertanyaan simpel, tapi aku terlalu fokus menonjolkan kelebihan deh kayaknya, padahal aku baca2 di forum seharusnya aku cerita tentang hubunganku dengan keluarga dan orang lain.

Overall, aku ga terlalu berharap sama test pertama ku ini. Tapi lumayan lah sebagai pengalaman, seenggaknya lain kali aku bisa lebih pede.

Baca2 di forum, banyak pro dan kontra tentang psikotest. Seharusnya banyak elemen yang dibutuhkan untuk menggambarkan pribadi seseorang, rumit dan kompleks. Tapi beberapa, bahkan banyak perusahaan di sini (baca: Indonesia tanah air beta....) yang gak mengindahkan kaidah2 psikotest. Hasilnya? Ga valid, ga relevan, dan terlalu subyektif.
Dari kalangan pro, sebagian besar dari kaum psikolog sendiri, yakin bahwa psikotest bisa digunakan sebagai standard penilaian (at least menggambarkan) pribadi seseorang, seperti apa sifat dasarnya, bagaimana cara dia mengatasi persoalan, di bagian/divisi apa dia cocok bekerja, dsb.
Sedangkan dari kalangan kontra, sebagian besar dari orang2 yang mengalami sakit hati karena psikotest, bersikukuh bahwa psikotest tidak valid dan hanya akal2an orang psikolog buat cari duit. Mereka menambahkan kalo banyak banget buku2 di pasaran membahas ttg psikotest, dan efeknya orang2 yang akan ikut test dan sudah membaca buku2 macam itu adalah hasil "karbitan" alias sudah terkontaminasi oleh analisa2 psikologi. Menurut mereka, yang terpenting dari psikotest adalah spontanitas.

Yang jadi ironi adalah, orang2 karbitan tersebut lebih memiliki kans untuk diterima daripada orang2 spontan, padahal belum tentu apa yang tertulis di atas kertas dapat dijadikan acuan apakah seseorang mampu bekerja dengan baik atau tidak. Apalagi kalau hasil psikotest dijadikan bahan pertimbangan lolos tidaknya seseorang ke tahap interview (seperti yang aku ikutin). Hey, it's just a piece of paper...everyone can lie on it !

Kalau aku sendiri, menghadapi fenomena psikotest seperti ini, lebih cenderung ke kalangan kontra deh. Menurut pengalamanku waktu ikutan placement test buat kursus TOEFL, para calon siswa dilarang belajar dulu, karena dengan begini para mentor bisa mengetahui skill kita. Sehingga penempatan kelas bisa sesuai dengan kemampuan masing2.
So, why so serious ???